Kamis, 29 November 2012

Psikologi Dakwah


Pendahuluan
Latar Belakang
Manusia diciptakan oleh Allah dengan membawa tugas dan amanah yang sangat berat. Salah satu tugas manusia di bumi ini adalah sebagai khlaifah fil ardl. Setiap manusia memiliki tugas sebagai pemimpin. Di mana seorang pemimpin itu harus mampu menciptakan ketentraman, kedamaian, keadilan dan kesejahteraan. Membenarkan atau mengarahkan segala sesuatu yang dirasa belum baik dan tidak sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah selaku Sang Khalik. manusia memiliki tugas untuk menyeru kepada manusia yang lain yang belum sesuai dengan yang diperintahkan Allah. Manusia memiliki kewajiban beramar ma’ruf nahi munkar (baca: dakwah).
Dakwah merupakan kewajiban setiap muslim. Sebagai dai tentu saja kita ingin mencapai kesuksesan dalam mencapai tugas dakwah. Salah satu bentuk keberhasilan dalam dakwah adalah berubahnya sikap kejiwaan seseorang. Dari tidak cinta Islam menjadi cinta, dari tidak mau beramal saleh menjadi giat melakukannya, dari cinta kemaksiatan menjadi benci dan tertanam dalam jiwanya rasa senang terhadap kebenaran ajaran Islam, begitulah seterusnya.
Karena dakwah bermaksud mengubah sikap kejiwaan seorang mad’u, maka pengetahuan tentang psikologi dakwah menjadi sesuatu yang sangat penting. Dengan pengetahuan tentang psikologi dakwah ini, diharapkan kita dapat melaksanakan tugas dakwah dengan pendekatan kejiwaan. Rasul Saw. Dalam dakwahnya memang sangat memperhatikan tingkat kesiapan jiwa orang yang didakwahinya dalam menerima pesan-pesan dakwah.
Saat ini banyak sekali fenomena-fenomena negatif yang terjadi di sekitar kita, dalam artian, banyak sekali umat manusia yang jauh dari apa yang Allah perintahkan kepada manusia itu sendiri. tugas lain dari manusia adalah beribadah kepada Allah. bukan hanya manusia saja, tapi jin juga malaikat. Tapi masih banyak sekali manusia yang belum menjalankan tugasnya, maka di sinilah juga tugas kita manusia (baca: da’i) untuk meluruskan hal-hal yang seperti itu dan mengajak mereka yangbelum menjalankan perintah Allah untuk melaksanakannya. Sebagian besar mereka mungkin memang mengaku sebagai seorang muslim, tapi apakah mereka sudah benar-benar melakukan tugasnya sebagai seorang muslim?
A. Pengertian Psikologi Dakwah
Secara harfiah, psikologi artinya ‘ilmu jiwa’ berasal dari kata yunani psyce ‘jiwa’ dan logos ‘ilmu’. Akan tetapi yang dimaksud bukanlah ilmu tentang jiwa. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia sebagai gambaran dari keadaan jiwanya. Adapun dakwah merupakan usaha mengajak manusia agar beriman kepada Allah Swt dan tunduk kepada-Nya dalam kehidupan di dunia ini, dimanapun ia berada dan bagaimana pun situasi serta kondisinya.
Dengan demikian, psikologi dakwah adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia yang merupakan gambaran dari kejiwaannya guna diarahkan kepada iman takwa kepada Allah Swt. Bila disederhanakan bisa juga dengan pengertian, dakwah dengan pendekatan kejiwaan.
Pengertian dari Psikologi Dakwah yaitu Psikologi dan Ilmu Dakwah. Pengetahuan tentang Ilmu Jiwa atau Psikologi diperlukan karena Psikologi Dakwah memang merupakan bagian dari Psikologi, yakni Psikologi terapan. Ilmu Dakwah juga sangat relevan karena Psikologi Dakwah ini adalah ilmu bantu bagi kegiatan dakwah. Boleh jadi pengguna ilmu ini adalah Da’I yang psikolog yang suka berdakwah.
A.1 Psikologi
Secara sederhana Psikologi sering disebut sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia yang merupakan gejala dari jiwanya. Sedangkan pengertian atau definisi yang lebih terperinci menyebutkan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku lahiriah manusia dengan menggunakan metode observasi secara obyektif, seperti terhadap rangsang (stimulus) dan jawaban (respon) yang menimbulkan tingkah laku.
Definisi tersebut di atas mengesankan bahwa kegunaan psikologi terbatas hanya untuk menguraikan atau mengungkap apa yang ada di balik tingkah laku manusia. Dalam keadaan tertentu, kebutuhan seseorang memang dapat saja terbatas hanya ingin mengetahui faktor kejiwaan apa yang menyebabkan tingkah laku tertentu orang lain, tapi di saat yang lain, misalnya bagi seorang yang sedang merencanakan suatu kegiatan yang melibatkan banyak orang di mana banyak kemungkinan bisa terjadi, maka psikologi dapat membantunya meramalkann kira-kira tingkah laku apa yang bakal dilakukan oleh sebagian atau keseluruhan dari orang-orang yang diamatinya.
A. 2 Dakwah
Dalam bahasa Arab, da’wat atau da’watun biasa digunakan untuk arti-arti: undangan, ajakan dan seruan yang kesemua menunjukkan adanya komunikasi antara dua pihak dan upaya mempengaruhi pihak lain. ukuran keberhasilan undangan, ajakan atau seruan adalah manakal pihak kedua yakni yang diundang atau diajak memberikan rspon positif yaitu mau datang dan memenuhi undangan itu. jadi kalimat dakwah mengandung muatan makna aktif dan menantang, berbeda dengan kalimat tanligh yang artinya menyampaikan. Ukuran keberhasilan seorang mubaligh adalah menekala ia berhasil menyampaikan pesan islam dan pesannya sampai (wama ‘alaina illa al balagh), sedangkan bagaimana respon masyarakat tidak menjadi tanggung jawabnya. Dari sini kita juga dapat menyebutkan apa sebenarnya tujuan dari dakwah itu sendiri? Adapun tujuan dari dakwah adalah untuk menumbuhkan pengertian, kesadaran, penghayatan dan pengalaman ajaran agama yang dibawakan oleh aparat dakwah/da’i.
Dengan demikian maka dapat dirumuskan bahwa dakwah ialah usaha mempengaruhi orang lain agar mereka bersikap dan bertingkah laku seperti apa yang didakwahkan oleh Da’i. setiap da’i agama pun pasti berusaha mempengaruhi orang lain agar mereka bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan agama mereka.dengan demikian pengertian dakwah islam adalah upaya mempengaruhi orang lain agar mereka bersikap dan bertingkah laku islami (memeluk agama islam).
Sebagai perbuatan atau aktifitas, dakwah adalah peristiwa komunikasi di mana da’I menyampaikan pesan melalui lambing-lambang kepada Mad’u, dan mad’u menerima pesan itu, mengolahnya dan kemudian meresponnya. Jadi, proses saling mempengaruhi antara da’I dan mad’u adalah merupakan peristiwa mental. Dengan mengacu pada pengertian psikologi, maka dapat dirumuskan bahwa psikologi dakwah ialah ilmu yang berusaha menguraikan, meramalkan dan mengendalikan tingkah laku manusia yang terkait dalam proses dakwah. Psikologi dakwah berusaha menyingkap apa yang tersembunyi di balik perilaku manusia yang terlibat dalam dakwah, dan selanjutnya menggunakan pengetahuan itu untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan dari dakwah itu.
Sasaran Dakwah
Sehubungan dengan kenyataan yang berkembang dalam masyarakat, bila dari aspek kehidupan psikolgis, maka dalam pelaksanaan program kegiatan dakwah berbagai permasalahan yang menyangkut sasaran bimbingan atau dakwah perlu mendapatkan konsiderasi yang tepat yaitu meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat ilihat dari segi sosiologis berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota besar dan kecil, serta masyarakat di daerah marginal dari kota besar.
2. Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi struktur kelembagaan berupa masyarakat, pemerintah dan keluarga.
3. Sasaran yang berupa kelompok-kelompok masyarakat dilihat dari segi sosial cultural berupa golongan priyayi, abangan dan santri. Klasifikasi ini terutama terdapat dalam masyarakat di Jawa.
4. Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat usia berupa golongan anak-anak, remaja dan orang tua.
5. Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari okupasinal (profesi, atau pekerjaan) berupa golongan petani, pedagang, seniman, buruh, pegawai negeri (administrator).
6. Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat hidup sosial ekonomis berupa golongan orang kaya, menengah dan miskin.
7. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi jenis kelamin berupa golongan wanita, pria dan sebagainya.
8. Sasaran berhubungan dengan golongan dilihat dari segikhusus berupa golongan masyarakat tunasusila, tunawisma, tuna karya, naarapidana dan sebagainya.
Dan jika disebutkan secara general, sasaran dakwah ini adalah meliputi semua golongan masyarakat. Walaupun masyarakat ini berbeda dan masing-masing memiliki ciri-ciri khusus dan tentunya juga memerlukan cara-cara yang berbeda-beda dalam berdakwah, perlu kita lihat dulu siapa mad’unya, dari golongan mana agar apa yang akan kita dakwahkan dapat diterima dengan baik oleh mad’u.
Dakwah Psikologis
Dakwah psikologis atau dakwah yang dilakukan dengan pendekatan jiwa memang sangat penting, turunnya ayat Al Quran secara bertahap merupakan suatu bukti bahwa pendekatan kejiwaan merupakan sesuatu yang tidak boleh diabaikan, begitu pula dengan berbagai peristiwa dakwah yang dialami oleh Rasul Saw. Mislanya dalam turunnya ayat dilarangnya minum khamar, Allah membuat tiga tahapan:
- peringatan tentang mudharat-nya (Qs. 2: 219)
- pelarangan sholat dalam keadaan mabuk (4:43)
- perintah menjauhi khamar (5:90)
SIKAP MENTAL DAI
Di atas sudah disebutkan bahwa dakwah merupakan usaha mengubah sikap kejiwaan seseorang dari tidak islami kepada sikap yang islami. Untuk itu, orang yang berdakwah harus memiliki sikap mental yang baik dan ini harus bertul-betul terealisasi dalam kehidupannya sehari-hari. Sikap mental ini antara lain sebagai berikut:
(1) Memiliki kecintaan kepada ajaran Islam, sehingga dalam kapasitasnya sebagai dai, seorang telah merealisasikan pesan-pesan dakwahnya dalam kehidupan nyata. Bila tidak, terdapat hambatan psikologis untuk diterimanya pesan-pesan dakwah oleh madú, bahkan bisa mengakibatkan hilangnya kewibawaan sebagai dai dan di hadapan Allah Swt, ia mendapatkan kemurkaan-Nya. Allah Swt berfirman,
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?” (As-Shaff:2)
(2) Lemah lembut kepada madú-nya agar mereka senang dan mau menerima pesan-pesan dakwah serta mengikuti jalannya. Bila bersikap sebaliknya, yakni bengis dan kasar, kemungkinan besar yang terjadi adalah dai dijauhi madú nya. Ini pula yang dicontohkan oleh Rasul Saw dalam berbagai peristiwa, sehingga mereka yang semula memusuhi berubah menjadi pendukung-pendukung yang setia.
(3) Bersikap sabar dan optimis dalam dakwah
(4) Menggunakan cara yang baik dan benar dalam berdakwah, sehingga secara psikologis dakwah akan mendapat simpati mereka yang semula tidak suka dan tidak ada alasan untuk menuduh para dai dengan tuduhan yang tidak benar.
B. Ruang Lingkup Psikologi Dakwah
Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa kalimat da’watun dapat diartikan dengan undangan, seruan atau ajakan, yang kesemuanya menunjukkan adanya komunikasi antara dua pihak di mana pihak pertama (da’i) berusaha menyampaikan informasi, mengajak dan mempengaruhi pihak kedua (mad’u). pengalaman berdakwah menunjukkan bahwa ada orang yang cepat tanggap terhadap seruan dakwah ada yang acuh tak acuh dan bahkan ada yang bukan hanya tidak mau menerima tetapi juga melawan dan menyerang balik.
Proses penyampaian dan penerimaan pesan dakwah itu dilihat dari sudut psikologi tidaklah sesederhana penyampaian pidato oleh da’i dan didengar oleh hadirin, tetapi mempunyai makna yang luas, meliputi penyampaian energi dalam sistem syaraf, gelombang suara dan tanda-tanda. Ketika proses suatu dakwah berlangsung, terjadilah penyampaian energy dari alat-alat indera ke otak, baik pada peristiwa penerimaan pesan dan pengolahan informasi, maupun pada proses saling mempengaruhi dari kedua belah pihak.
C. Pusat Perhatian Psikologi Dakwah
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pusat perhatian psikologi terhadap terhadap proses dakwah sekurang-kurangnya meliputi empat hal:
1. Analisa terhadap seluruh komponen yang terlibat dalam proses dakwah kepada da’I, psikologi dakwah melacak sifat-sifatnya dan mempertanyakan; mengapa da’i A berhasil mempengaruhi orang-orang yang didakwahi sedang da’i B kok tidak. Tentang mad’u (dn juga da’i) sebagai manusia, sifat-sifatnya dan faktor-faktor apa (internal dan eksternal) yang mempengaruhi perilaku komunikasinya.
2. Bagaimana pesan dakwah menjadi stimulus yang menimbulkan respon mad’u
3. Bagaimana proses penerimaan pesan dakwah oleh mad’u, faktor-faktor apa (personal dan situasional) yang mempengaruhinya.
4. Bagaimana dakwah dapat dilakukan secara persuasive, yaitu proses mempengaruhi dan mengendalikan perilaku mad’u dengan pendekatan psikologis atau dengan menggunakan cara berpikir dan cara merasa mad’u.
D. Pendekatan Psikologi Dakwah
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa sebagai kegiatan adalah peristiwa komunikasi. Komunikasi menarik perhatian banyak disiplin ilmu, dengan pendekatan yang berbeda-beda. Sosiologi misalnya, mempelajari komunikasi dalam konteks interaksi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan kelompok. Dalam pandangan sosiolog, komunikasi adalah proses megubah kelompok manusia menjadi kelompok manusia yang berfungsi.
Menurut teori komunikasi, (fisher, 1978, hal 136-142), proses dakwah dapat dilihat sebagai kegiatan psikologis yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
Pertama, diterimanya stimuli (ranngsang) oleh organ-organ penginderaan, berupa orang, pesan, warna atau aroma.
Kedua, rangsang yang diterima mad’u berupa-rupa, warna, suara, aroma dan pesan dakwah yang disampaikan da’i da’i itu kemudian diolah di dalam benak mad’u (hadirin), dihubung-hubungkan dengan pengalaman masa lalu masing-masing dan disimpulkan juga oleh masing-masing. Meskipun pesan dakwah oleh da’i itu dimaksudkan A, tapi kesimpulan mad’u boleh jadi B, C, atau D.
Ketiga, untuk merespon terhadap ceramah atau seruan ajarkan da’i (misalnya tepuk tangan, berteriak, mengantuk atau karena bosan kemudian meninggalkan ruangan), pikiran hadirin bekerja, mengingat-ingat apa yang pernah terjadi di masa lalu. Dari memori itu para hadirin kemudian meramalkan bahwa jika hadirin melakukan tindakan X, maka da’i akan melakukan tindakan Y. jika X maka Y.
Ketiga, setelah itu barulah hadirin akan merespon terhadap ajakan da’i, dan respon dari, dan respon dari hadirin itu merupakan umpan balik bagi da’i.
Sebenarnyalah bahwa dalam proses dakwah, dalam arti interaksi sosial antara da’i dan mad’u sekurang-kurangnya terkandung tiga makna:
1. Bahwa, baik da’i maupun mad’u sebenarnya terlibat dalam proses belajar, baik dari segi berpikir maupun dari sudut merasa. Mad’u belajar kepada da’i, tapi da’i juga belajar kepada umpan balik yang disampaikan oleh mad’u.
2. Antara da’i dan mad’u terjadi proses penyampaian dan penerimaan lambang-lambang dalam berkomunikasi (tepuk tangan lambing suka, gaduh dan ngantuk lambang penolakan)
3. Adanya mekanisme penyesuaian diri antara da’i dan mad’u. bentuk penyesuaian diri itu bisa permainan peranan,identifikasi, atau agresi. Jika hadirin ramai-ramai meninggalkan tempat acara atau berbicara sendiri atau mengantuk semua, padahal mubalighnya masih pidato di atas mimbar, maka apa yang dilakukan hadirin menurut pandangan psikologi sebenarnya merupakan penyesuaian diri dari ceramah yang tidak komunikatif.
Proses dakwah dikatakan berhasil dan efektif ketika tujuan dari dakwah itu sendiri telah tercapai. Tercapainya tujuan dakwah ada beberapa tahap, antara lain:
a. Tahap kognitif, adalah ketika seorang mad’u mampu menangkap, mengerti dan memahami apa yang disampaikan oleh seorang da’i.
b. Tahap afeksi, adalah tahap berikutnya setelah tahap kognitif. Pada tahap ini, seorang mad’u diharapkan mampu merasakan dan merenungkan secara lebih mendalam apa yang telah disampaikan oleh da’i, tidak hanya sekedar memikirkan saja
c. Tahap psikomotor, adalah tahap di mana seorang mad’u telah mampu mengaplikasikan atau menjalankan apa yang sebelumnya telah disampaikan oleh seorang da’i, dan setelah mad’u melakukan perenungan secara mendalam. Sehingga kesadaran benar-benar muncul dalam diri seorang mad’u tentang apa sesungguhnya kewajibannya terhadap Tuhannya, apa seungguhnya tugas dan kewajibannya di dunia ini agar pada saat menjalankan tugas dan amanahnya, seorang mad’u benar-benar melakukan dengan berdasarkan kesadarannya sendiri.
E. Tujuan Psikologi Dakwah
Oleh karena psikologi dakwah mempedomani kegiatan dakwah, maka tujuan psikologi dakwah adalah: memberikan pandangan tentang mungkinnya dilakukan perubahan tingkah laku atau sikap mental psikologis sasaran dakwah sesuai dengan pola/pattern kehidupan yang dikehendaki oleh ajaran agama yang didakwahkan/diserukan oleh aparat dakwah/da’i
Kesimpulan
Dari penjelasan tentang psikologi dakwah di atas dapat kita lihat bahwa erat sekali hubungan antara psikologi dengan dakwah.
- Karena ketika seseorang berdakwah (da’i) maka ia perlu bahkan harus mengetahui kondisi psikologis obyek yang didakwahi (mad’u) agar apa yang disampaikan nantinya dapat tersampaikan dengan baik. Karena dakwah itu sendiri merupakan suatu kegiatan yang mempengaruhi orang lain agar mau merubah tingkah lakunya dan mengikuti sesuai dengan yang disyari’aykan oleh agama (islam).
- Dalam mempengaruhi orang lain agar orang lain dapat mengikuti apa yang kita inginkan maka kita harus melakukan beberapa pendekatan, dan bisa dibilang pendekatan psikologis adalah pendekatan yang paling penting dan yang paling berpengaruh apakah nantinya orang lain (mad’u) itu dapat menerima apa yang disampaikan oleh Da’i dan menjalankannya.
- Perlu kita ketahui juga bahwasannya tujuan utama dari dakwah adalah bagaimana nantinya seorang mad’u dapat atau mau menjalankan apa yang disampaikan oleh seorang da’i, bukan hanya sekedar dipahami, direnungkan dan dirasakan saja.dan bagaimana agar seorang mad’u benar-benar menjalankan apa yang disampaikan oleh da’i dengan penuh kesadaran dari dirinya sendiri.
Daftar Pustaka
- Arifin, M. Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi. Bumi Aksara: Jakarta. 1990
- Mubarok, Achmad. Psikologi Dakwah. Pustaka Firdaus: Jakarta. 1997
- Serta beberapa sumber dari internal

Ssumber :  http://makalahpsikologi.blogspot.com/2010/01/psikologi-dakwah.html

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar