Bersinar.com-Februari, adalah tanggal yang telah
lekat dengan kehidupan muda-mudi kita. Hari yang lazim disebut Valentine
Day ini, konon adalah momen berbagi, mencurahkan segenap kasih sayang
kepada “pasangan”-nya masing-masing dengan memberi hadiah berupa coklat,
permen, mawar, dan lainnya. Seakan tak terkecuali, remaja Islam pun
turut larut dalam ritus tahunan ini, meski tak pernah tahu bagaimana
akar sejarah perayaan ini bermula.
Sesungguhnya Allah Subahanahu wa Ta’ala telah memilih Islam sebagai agama bagi kita, sebagaimana firman-Nya:
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Ali ‘Imran: 19)
Allah Subahanahu wa Ta’ala
juga menyatakan bahwa Dia tidak menerima dari seorang pun agama selain
Islam. Allah Subahanahu wa Ta’ala berfirman:
“Barangsiapa
mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang
yang rugi.” (Ali ‘Imran: 85)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
“Demi
Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, tidak ada seorangpun yang
mendengar tentang aku, baik dia Yahudi atau Nasrani, lalu dia mati dalam
keadaan tidak beriman dengan risalah yang aku diutus dengannya, kecuali
dia termasuk penghuni neraka.”
Semua agama yang ada di masa ini
selain Islam adalah agama yang batil. Tidak bisa menjadi (jalan)
pendekatan kepada Allah Subahanahu wa Ta’ala. Bahkan bagi seorang hamba,
agama-agama itu tidaklah menambah kecuali kejauhan dari-Nya, sesuai
dengan kesesatan yang ada padanya.
Telah lama, tersebar suatu
fenomena –yang menyedihkan– di kalangan banyak pemuda-pemudi Islam.
Fenomena ini merupakan bentuk nyata sikap taqlid (membebek) terhadap
kaum Nasrani, yaitu Hari Kasih Sayang (Valentine Day). Berikut ini
secara ringkas akan dipaparkan asal-muasal perayaan tersebut,
perkembangannya, tujuan serta bagaimana seharusnya seorang muslim
menyikapinya.
Asal Muasal
Perayaan
ini termasuk salah satu hari raya bangsa Romawi paganis (penyembah
berhala), di mana penyembahan berhala adalah agama mereka semenjak lebih
dari 17 abad silam. Perayaan ini merupakan ungkapan dalam agama paganis
Romawi kecintaan terhadap sesembahan mereka.
Perayaan ini memiliki akar
sejarah berupa beberapa kisah yang turun-temurun pada bangsa Romawi dan
kaum Nasrani pewaris mereka. Kisah yang paling masyhur tentang
asal-muasalnya adalah bahwa bangsa Romawi dahulu meyakini bahwa Romulus
–pendiri kota Roma– disusui oleh seekor serigala betina, sehingga
serigala itu memberinya kekuatan fisik dan kecerdasan pikiran. Bangsa
Romawi memperingati peristiwa ini pada pertengahan bulan Februari setiap
tahun dengan peringatan yang megah. Di antara ritualnya adalah
menyembelih seekor anjing dan kambing betina, lalu dilumurkan darahnya
kepada dua pemuda yang kuat fisiknya. Kemudian keduanya mencuci darah
itu dengan susu. Setelah itu dimulailah pawai besar dengan kedua pemuda
tadi di depan rombongan. Keduanya membawa dua potong kulit yang mereka
gunakan untuk melumuri segala sesuatu yang mereka jumpai. Para wanita
Romawi sengaja menghadap kepada lumuran itu dengan senang hati, karena
meyakini dengan itu mereka akan dikaruniai kesuburan dan melahirkan
dengan mudah.
Apa Hubungan St. Valentine dengan Perayaan Ini?
Versi I:
Disebutkan bahwa St. Valentine adalah seorang yang mati di Roma ketika
disiksa oleh Kaisar Claudius sekitar tahun 296 M. Di tempat terbunuhnya
di Roma, dibangun sebuah gereja pada tahun 350 M untuk mengenangnya.
Ketika bangsa Romawi memeluk
Nasrani, mereka tetap memperingati Hari Kasih Sayang. Hanya saja mereka
mengubahnya dari makna kecintaan kepada sesembahan mereka, kepada
pemahaman lain yang mereka istilahkan sebagai martir kasih sayang, yakni
St. Valentine, sang penyeru kasih sayang dan perdamaian, yang –menurut
mereka– mati syahid pada jalan itu.
Di antara aqidah batil mereka
pada hari tersebut, dituliskan nama-nama pemudi yang memasuki usia nikah
pada selembar kertas kecil, lalu diletakkan pada talam di atas lemari
buku. Lalu diundanglah para pemuda yang ingin menikah untuk mengambil
salah satu kertas itu. Kemudian sang pemuda akan menemani si wanita
pemilik nama yang tertulis di kertas (yang diambilnya) selama setahun.
Keduanya saling menguji perilaku masing-masing, baru kemudian mereka
menikah. Bila tidak cocok, mereka mengulangi hal yang serupa tahun
mendatang.
Para pemuka agama Nasrani
menentang sikap membebek ini, dan menganggapnya sebagai perusak akhlak
para pemuda dan pemudi. Maka perayaan ini pun dilarang di Italia. Dan
tidak diketahui kapan perayaan ini dihidupkan kembali.
Versi II: Bangsa Romawi
di masa paganis dahulu merayakan sebuah hari raya yang disebut hari raya
Lupercalia1. Ini adalah hari raya yang sama seperti pada kisah versi I
di atas. Pada hari itu, mereka mempersembahkan qurban bagi sesembahan
mereka selain Allah Subahanahu wa Ta’ala. Mereka meyakini bahwa
berhala-berhala itu mampu menjaga mereka dari keburukan dan menjaga
binatang gembalaan mereka dari serigala.
Ketika bangsa Romawi memeluk
agama Nasrani, dan Kaisar Claudius II berkuasa pada abad ketiga, dia
melarang tentaranya menikah. Karena menikah akan menyibukkan mereka dari
peperangan yang mereka jalani. Maka St. Valentine menentang peraturan
ini, dan dia menikahkan tentara secara diam-diam. Kaisar lalu
mengetahuinya dan memenjarakannya, sebelum kemudian dia dihukum mati.
Versi III: Kaisar
Claudius II adalah penyembah berhala, sedangkan Valentine adalah penyeru
agama Nasrani. Sang Kaisar berusaha mengeluarkannya dari agama Nasrani
dan mengembalikannya kepada agama paganis Romawi. Namun Valentine tetap
teguh memeluk agama Nasrani, dan dia dibunuh karenanya pada 14 Februari
270 M, malam hari raya paganis Romawi: Lupercalia.
Ketika bangsa Romawi memeluk
Nasrani, mereka tetap melakukan perayaan paganis Lupercalia, hanya saja
mereka mengaitkannya dengan hari terbunuhnya Valentine untuk
mengenangnya.
Syi’ar Perayaan Hari Kasih Sayang
1. Menampakkan kegembiraan dan kesenangan.
2.
Saling memberi mawar merah, sebagai ungkapan cinta, yang dalam budaya
Romawi paganis merupakan bentuk cinta kepada sesembahan kepada selain
Allah Subahanahu wa Ta’ala.
3.
Menyebarkan kartu ucapan selamat hari raya tersebut. Pada sebagiannya
terdapat gambar Cupid, seorang anak kecil dengan dua sayap membawa busur
dan panah. Cupid adalah dewa cinta erotis dalam mitologi Romawi
paganis. Maha Tinggi Allah dari kedustaan dan kesyirikan mereka dengan
ketinggian yang besar.
4. Saling memberi ucapan kasih sayang, rindu, dan cinta dalam kartu ucapan yang saling mereka kirim.
5.
Di banyak negeri Nasrani diadakan perayaan pada siang hari, dilanjutkan
begadang sambil berdansa, bercampur baur lelaki dan perempuan.
Beberapa versi kisah yang
disebutkan seputar perayaan ini dan simbolnya, St. Valentine, bisa
memberikan pencerahan kepada orang berakal. Terlebih lagi seorang muslim
yang mentauhidkan Allah Subahanahu wa Ta’ala. Pemaparan di atas
menjelaskan hakikat perayaan ini kepada kaum muslimin yang tidak tahu
dan tertipu, kemudian ikut merayakannya. Mereka hakikatnya meniru umat
Nasrani yang sesat, dan mengambil segala yang datang dari Barat,
Nasrani, lagi atheis.
Renungan
Barangsiapa yang membaca kisah yang telah disebutkan seputar perayaan paganis ini, akan jelas baginya hal-hal berikut:
1. Asalnya adalah aqidah paganis
(penyembahan berhala) kaum Romawi, untuk mengungkapkan rasa cinta
kepada berhala yang mereka ibadahi selain Allah Subahanahu wa Ta’ala.
Barangsiapa yang merayakannya, berarti dia merayakan momen pengagungan
dan penyembahan berhala. Padahal Allah Subahanahu wa Ta’ala telah
mengingatkan kita dari perbuatan syirik:
“Dan
sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang
sebelummu: ‘Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah
amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. Karena itu,
maka hendaklah Allah saja yang kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk
orang-orang yang bersyukur’.” (Az-Zumar: 65-66)
Allah Subahanahu wa Ta’ala juga menyatakan melalui lisan ‘Isa ‘alaihissalam:
“Sesungguhnya
orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah
mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada
bagi orang-orang zhalim itu seorang penolongpun.” (Al-Ma`idah: 72)
Dan seorang muslim wajib berhati-hati dari syirik dan segala yang akan mengantarkan kepada syirik.
2. Awal mula perayaan ini di
kalangan bangsa Romawi paganis terkait dengan kisah dan khurafat yang
tidak bisa diterima akal sehat, apalagi akal seorang muslim yang beriman
kepada Allah Subahanahu wa Ta’ala dan para rasul-Nya.
Pada
satu versi, disebutkan bahwa seekor serigala betina menyusui Romulus
pendiri kota Roma, sehingga memberinya kekuatan fisik dan kecerdasan
pikiran. Ini menyelisihi aqidah seorang muslim, bahwa yang memberikan
kekuatan fisik dan kecerdasan pikiran hanyalah Allah Subahanahu wa
Ta’ala, Dzat Maha Pencipta, bukan air susu serigala. Dalam versi lain,
pada perayaan itu kaum Romawi paganis mempersembahkan qurban untuk
berhala sesembahan mereka, dengan keyakinan bahwa berhala-berhala itu
mampu mencegah terjadinya keburukan dari mereka dan mampu melindungi
binatang gembalaan mereka dari serigala. Padahal, akal yang sehat
mengetahui bahwa berhala tidaklah dapat menimpakan kemudaratan, tidak
pula bisa memberikan suatu kemanfaatan.
Bagaimana
mungkin seorang berakal mau ikut merayakan perayaan seperti ini?
Terlebih lagi seorang muslim yang Allah Subahanahu wa Ta’ala telah
menganugerahkan agama yang sempurna dan aqidah yang lurus ini kepadanya.
3. Di antara syi’ar jelek
perayaan ini adalah menyembelih anjing dan domba betina, lalu darahnya
dilumurkan kepada dua orang pemuda, kemudian darah itu dicuci dengan
susu, dst. Orang yang berfitrah lurus tentu akan menjauh dari hal yang
seperti ini. Akal yang sehat pun tidak bisa menerimanya.
4. Keterkaitan St. Valentine
dengan perayaan ini diperselisihkan, juga dalam hal sebab dan kisahnya.
Bahkan, sebagian literatur meragukannya dan menganggapnya sebagai
sesuatu yang tidak pernah terjadi. Sehingga pantas bagi kaum Nasrani
untuk tidak mengakui perayaan paganis ini yang mereka tiru dari bangsa
Romawi paganis. Terlebih lagi keterkaitan perayaan ini dengan salah satu
santo (orang-orang suci dalam khazanah Nasrani, ed.) mereka, masih
diragukan. Bila merayakannya teranggap sebagai aib bagi kaum Nasrani,
yang telah mengganti-ganti agama mereka dan mengubah kitab mereka, tentu
lebih tercela bila seorang muslim yang ikut merayakannya. Dan bila
benar bahwa perayaan ini terkait dengan terbunuhnya St. Valentine karena
mempertahankan agama Nasrani, maka apa hubungan kaum muslimin dengan
St. Valentine?
5. Para pemuka Nasrani telah
menentang perayaan ini karena timbulnya kerusakan akhlak pemuda dan
pemudi akibat perayaan ini, maka dilaranglah perayaan ini di Italia,
pusat Katholik. Lalu perayaan ini muncul kembali dan tersebar di Eropa.
Dari sanalah menular ke negeri kaum muslimin. Bila pemuka Nasrani –pada
masa mereka– mengingkari perayaan ini, maka wajib bagi para ulama kaum
muslimin untuk menerangkan hakikatnya dan hukum merayakannya.
Sebagaimana wajib bagi kaum muslimin yang awam untuk mengingkari dan
tidak menerimanya, sekaligus mengingkari orang yang ikut merayakannya
atau menularkannya kepada kaum muslimin.
Mengapa Kaum Muslimin Tidak Boleh Merayakannya?
Sebagian kaum muslimin yang ikut
merayakannya mengatakan bahwa Islam juga mengajak kepada kecintaan dan
kedamaian. Dan Hari Kasih Sayang adalah saat yang tepat untuk
menyebarkan rasa cinta di antara kaum muslimin. Sehingga, apa yang
menghalangi untuk merayakannya?
Jawaban terhadap pernyataan ini dari beberapa sisi:
1.
Hari raya dalam Islam adalah ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah
Subahanahu wa Ta’ala. Hari raya merupakan salah satu syi’ar agama yang
agung. Sedangkan dalam Islam, tidak ada hari raya kecuali hari Jum’at,
Idul Fithri, dan Idul Adh-ha. Perkara ibadah harus ada dalilnya. Tidak
bisa seseorang membuat hari raya sendiri, yang tidak disyariatkan oleh
Allah Subahanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Berdasarkan
hal ini, perayaan Hari Kasih Sayang ataupun selainnya yang
diada-adakan, adalah perbuatan mengada-adakan (bid’ah) dalam agama,
menambahi syariat, dan bentuk koreksi terhadap Allah Subahanahu wa
Ta’ala, Dzat yang telah menetapkan syariat.
2. Perayaan Hari Kasih Sayang
merupakan bentuk tasyabbuh (menyerupai) bangsa Romawi paganis, juga
menyerupai kaum Nasrani yang meniru mereka, padahal ini tidak termasuk
(amalan) agama mereka.
Ketika seorang muslim dilarang
menyerupai kaum Nasrani dalam hal yang memang termasuk agama mereka,
maka bagaimana dengan hal-hal yang mereka ada-adakan dan mereka
menirunya dari para penyembah berhala?
Seorang
muslim dilarang menyerupai orang-orang kafir –baik penyembah berhala
ataupun ahli kitab– baik dalam hal aqidah dan ibadah, maupun dalam adat
yang menjadi kebiasaan, akhlak, dan perilaku mereka. Allah Subahanahu wa
Ta’ala berfirman:
“Dan janganlah
kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah
datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang
yang mendapat siksa yang berat.” (Ali ‘Imran: 105)
“Belumkah
datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka
mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka)?
Dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah
diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang
atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara
mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Al-Hadid: 16)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.” (HR. Ahmad, 3/50, dan Abu Dawud, no. 5021)
Tasyabbuh
(menyerupai) orang kafir dalam perkara agama mereka di antaranya adalah
Hari Kasih Sayang– lebih berbahaya daripada menyerupai mereka dalam hal
pakaian, adat, atau perilaku. Karena agama mereka tidak lepas dari tiga
hal: yang diada-adakan, atau yang telah diubah, atau yang telah
dihapuskan hukumnya (dengan datangnya Islam). Sehingga, tidak ada
sesuatupun dari agama mereka yang bisa menjadi sarana mendekatkan diri
kepada Allah Subahanahu wa Ta’ala.
3. Tujuan perayaan Hari Kasih
Sayang pada masa ini adalah menyebarkan kasih sayang di antara manusia
seluruhnya, tanpa membedakan antara orang yang beriman dengan orang
kafir. Hal ini menyelisihi agama Islam. Hak orang kafir yang harus
ditunaikan kaum muslimin adalah bersikap adil dan tidak mendzaliminya.
Dia juga berhak mendapatkan sikap baik –bila masih punya hubungan
silaturahim– dengan syarat: tidak memerangi atau membantu memerangi kaum
muslimin. Allah Subahanahu wa Ta’ala berfirman:
“Allah
tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula)
mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berlaku adil.” (Al-Mumtahanah: 8)
Bersikap
adil dan baik terhadap orang kafir tidaklah berkonsekuensi mencintai
dan berkasih sayang dengan mereka. Allah Subahanahu wa Ta’ala bahkan
memerintahkan untuk tidak berkasih sayang dengan orang kafir dalam
firman-Nya:
“Kamu tidak akan
mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat,
saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan
Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau
saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (Al-Mujadilah: 22)
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah t berkata: “Sikap tasyabbuh akan melahirkan sikap
kasih sayang, cinta dan loyalitas di dalam batin. Sebagaimana kecintaan
yang ada di batin akan melahirkan sikap menyerupai.” (Al-Iqtidha`,
1/490)
4. Kasih sayang yang dimaksud
dalam perayaan ini semenjak dihidupkan oleh kaum Nasrani adalah cinta,
rindu, dan kasmaran, di luar hubungan pernikahan. Buahnya, tersebarnya
zina dan kekejian, yang karenanya pemuka agama Nasrani pada waktu itu
menentang dan melarangnya.
Kebanyakan pemuda muslimin
merayakannya karena menuruti syahwat, dan bukan karena keyakinan
khurafat sebagaimana bangsa Romawi dan kaum Nasrani. Namun hal ini
tetaplah tidak bisa menafikan adanya sikap tasyabbuh (menyerupai) orang
kafir dalam salah satu perkara agama mereka. Selain itu, seorang muslim
tidak diperbolehkan menjalin hubungan cinta dengan seorang wanita yang
tidak halal baginya, yang merupakan pintu menuju zina.
Sikap yang Seharusnya Ditempuh Seorang Muslim
1. Tidak ikut merayakannya, menyertai orang yang merayakannya, atau menghadirinya.
2.
Tidak membantu/mendukung orang kafir dalam perayaan mereka, dengan
memberikan hadiah, menyediakan peralatan untuk perayaan itu atau
syi’ar-syi’arnya, atau meminjaminya.
3.
Tidak membantu kaum muslimin yang ikut-ikutan merayakannya. Bahkan ia
wajib mengingkari mereka, karena kaum muslimin yang merayakan hari raya
orang kafir adalah perbuatan mungkar yang harus diingkari.
Dari
sini, kaum muslimin tidak boleh pula menjual bingkisan (pernak-pernik)
bertema Hari Kasih Sayang, baik pakaian tertentu, mawar merah, kartu
ucapan selamat, atau lainnya. Karena memperjualbelikannya termasuk
membantu kemungkaran. Sebagaimana juga tidak boleh bagi orang yang
diberi hadiah Hari Kasih Sayang untuk menerimanya. Karena, menerimanya
mengandung makna persetujuan terhadap perayaan ini.
4.
Tidak memberikan ucapan selamat Hari Kasih Sayang, karena hari itu
bukanlah hari raya kaum muslimin. Dan bila seorang muslim diberi ucapan
selamat Hari Kasih Sayang, maka dia tidak boleh membalasnya.
5. Menjelaskan hakikat perayaan ini dan hari-hari raya orang kafir yang semisalnya, kepada kaum muslimin yang tertipu dengannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar