Matahari saat ini cukup aktif, ditunjukkan dengan munculnya banyak bintik matahari dan ledakan di permukaan matahari atau flare. Meski begitu, sampai saat ini kondisi permukaan matahari belum mengakibatkan dampak berarti bagi Bumi.
Aktivitas Matahari yang mengancam lingkungan ionosfer
dan atmosfer Bumi bukan hanya berupa bintik Matahari dan "flare", tetapi
juga adanya lontaran massa korona "corona mass ejection"/CME, badai
Matahari, dan partikel energetik.
Hal ini disampaikan Clara Yono Yatini, Kepala
Pusat Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional,
Selasa (4/12/2012), berdasarkan pantauan teropong matahari milik Lapan.
Flare di permukaan matahari sudah masuk tingkat medium.
"Aktivitas
matahari diperkirakan akan meningkat hingga mencapai puncaknya pada
pertengahan tahun 2013," ujar Thomas Djamaluddin, Deputi Kepala Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional bidang sains, pengkajian dan
informasi kedirgantaraan, Rabu (5/12/2012).
"Bintik hitam
Matahari diprediksi mencapai jumlah tertinggi pada tahun 2013 hingga 90
buah. Namun, prediksi sumber lain menyebutkan 170 buah, sama dengan
kejadian tahun 2000," tutur Clara.
Bintik hitam yang terlihat di
teropong itu, lanjut Clara, sesungguhnya adalah puntiran garis medan
magnet Matahari. Ini berpotensi menimbulkan flare akibat terbukanya kumparan medan magnet. Selain melepaskan partikel berenergi tinggi, flare juga memancarkan radiasi gelombang elektromagnetik dan menimbulkan badai Matahari.
Karena itu, aktivitas Matahari yang mengancam lingkungan ionosfer dan atmosfer Bumi bukan hanya berupa bintik Matahari dan flare, tetapi juga adanya lontaran massa korona (corona mass ejection/CME), badai Matahari, dan partikel energetik.
Gangguan
atmosfer peningkatan aktivitas Matahari tersebut berpengaruh langsung
pada lapisan magnetosfer dan ionosfer. Selain itu kondisi tersebut juga
berpengaruh tidak langsung pada dinamika atmosfer global.
"Mekanisme
terjadinya gangguan pada dinamika atmosfer Bumi ini belum diketahui
pasti," ujar Thomas. Akan tetapi, itu diduga berkaitan dengan adanya
sinar kosmik yang terpengaruh aktivitas Matahari dan distribusi panas
yang berkaitan dengan perubahan daerah tekanan rendah atau tinggi dan
liputan awan.
Kondisi global ini memberi dampak yang beragam di
tingkat lokal karena perbedaan kondisi topografi masing-masing daerah.
Hasil pengamatan sejak tahun 2000 menunjukkan, gangguan cuaca antariksa
terjadi yaitu pada tahun 2000, 2003, dan tahun 2005.
Dampaknya yang muncul pada tahun-tahun tersebut antara lain berupa gangguan komunikasi satelit dan blackout
atau padamnya jaringan listrik di sejumlah negara. "Pemantauan dan
antisipasi menjelang puncak aktivitas Matahari terus dilakukan," kata
Clara.
Sumber : kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar