Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Peringatan Maulid Nabi dilakukan dalam rangka mengingat kelahiran, keistimewaan, mukjizat, sirah, dan mengetahui akhlak Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kita pun diperintahkan untuk melakukan hal-hal tadi dalam rangka menjadikan meneladani beliau. Karena Allah Ta’ala berfirman,
لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو
اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS. Al Ahzab: 21).
Inilah di antara syubhat yang dilontarkan oleh sebagian
orang. Dan syubhat (kerancuan) dalam perayaan maulid ini diambil oleh
ulama yang Pro Maulid semacam Muhammad bin ‘Alwi Al Maliki dalam kitab
beliau Adz Dzakho-ir Al Muhammadiyyah hal. 269.
Apakah alasan di atas dapat melegalkan peringatan maulid?
Berikut beberapa sanggahan untuk menyanggah kerancuan di atas:
Pertama:
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah
memerintahkan umatnya untuk memperingati maaulid dan tidak pernah
memerintahkan mengingat kelahiran, karakter istimewa, mukjizat, sirah
dan akhlak mulia Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara khusus melalui peringatan maulid. Bahkan hal ini merupakan bid’ah yang diada-adakan sepeninggal beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bid’ah maulid mulai muncul sekitar 600 tahun sepeninggal beliau.
Padahal mengenai perkara bid’ah telah diperingatkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)
Hadits-hadits semacam ini menunjukkan tercelanya peringatan maulid dan perayaan tersebut merupakan perayaan yang mardud (tertolak).
Kedua:
Mengenal kelahiran, karakteristik, mukjizat, sirah serta akhlak mulia
beliau bukan hanya ketika maulid saja. Mengenal beliau dan hal-hal tadi
bukan hanya pada waktu tertentu dan dalam kumpulan tertentu, akan
tetapi setiap saat, sepanjang waktu. Tidak seperti orang-orang yang pro
maulid yang memperingatinya hanya ketika malam maulid, malam-malam yang
lain tidak demikian. Amalan semacam ini didasari pada tradisi semata
yang diambil dari nenek moyang sebelum mereka,
بَلْ قَالُوا إِنَّا وَجَدْنَا آَبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آَثَارِهِمْ مُهْتَدُونَ
“Bahkan mereka berkata: "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak
kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang
mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka" (QS. Az Zukhruf: 22).
Sebelumnya yang menghidupkan maulid nabi adalah Sulthon Irbil. Mulai
dari masa beliau, maulid nabi diperingati setiap tahunnya. Padahal
perayaan ini tidaklah diizinkan dan diperintahkan oleh Allah dan
Rasul-Nya. Perayaan ini masuk dalam keumuman ayat,
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (QS. Asy Syura: 21).
Ketiga:
Meneladani Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah dengan
ittiba’ (mengikuti ajaran) beliau dan berpegang dengan sunnah beliau
serta mendahulukan petunjuk beliau dari yang lainnya. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ
إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah
aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran: 31).
وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا
“Dan jika kamu taat kepada Rasul, niscaya kamu mendapat petunjuk.” (QS. An Nur: 54)
وَمَنْ
يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا
الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah
memasukkannya kedalam surga yang mengalir didalamnya sungai-sungai,
sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. An Nisa’: 13).
Demikianlah yang diajarkan dalam Islam. Dalam suatu perayaan pun harus mengikuti petunjuk Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena merayakan maulid adalah suatu ibadah. Bagaimana mungkin tidak dikatakan sebagai suatu ibadah? Wong, orang yang rayakan saja ingin mengingat Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
pasti ingin cari pahala. Ini jelas ibadah, bukan perkara mubah biasa.
Sedangkan dalam ibadah mesti ikhlas kepada Allah dan mengikuti syariat
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika tidak memenuhi dua kriteria ini, amalan tersebut tertolak.
Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa (1: 333) berkata,
وَبِالْجُمْلَةِ
فَمَعَنَا أَصْلَانِ عَظِيمَانِ أَحَدُهُمَا : أَنْ لَا نَعْبُدَ إلَّا
اللَّهَ . وَالثَّانِي : أَنْ لَا نَعْبُدَهُ إلَّا بِمَا شَرَعَ لَا
نَعْبُدُهُ بِعِبَادَةِ مُبْتَدَعَةٍ . وَهَذَانِ الْأَصْلَانِ هُمَا
تَحْقِيقُ " شَهَادَةِ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا
رَسُولُ اللَّهِ
“Ini adalah dua landasan agung dalam agama ini yaitu: tidak beribadah
selain pada Allah semata dan tidak beribadah kecuali dengan ibadah yang
disyari’atkan, bukan dengan ibadah yang berbau bid’ah. Inilah
konsekuensi atau perwujudan dari syahadat laa ilaha illallah (tidak ada
sesembahan yang berhak disembah selain Allah) dan syahadat (pernyataan)
bahwa Muhammad adalah utusan Allah”.
Keempat:
Memperingati maulid bukanlah ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
bukan pula amalan para sahabat yang mulia, bukan pula amalan tabi’in,
dan bukan pula amalan para imam yang mendapat petunjuk setelah mereka.
Perayaan maulid hanyalah perayaan yang berasal dari Sulthon Irbil
(pelopor maulid nabi pertama kali). Jadi, siapa saja yang memperingati
maulid, dia hanyalah mengikuti ajaran Sulthon Irbil baik atas dasar ia
tahu ataukah tidak, bukan mengikuti ajaran Rasul shallallahu 'alaihi wa
sallam.
Kelima:
Meneladani dan mengikuti Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam beramal dan dalam keadaan berniat yang benar, haruslah dengan
mengikuti ajaran beliau dan para sahabatnya. Begitu pula ia
memperingatkan dari setiap bid’ah, di antaranya adalah bid’ah maulid.
Sumber : http://rumaysho.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar