Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Serikat Pengendalian
Kanker Internasional (UICC) memprediksi, akan terjadi peningkatan
lonjakan penderita kanker sebesar 300 persen di seluruh dunia pada tahun
2030. Jumlah tersebut 70 persennya berada di negara berkembang seperti
Indonesia.
Kenaikan prevalensi kanker di Indonesia menjadi
masalah bagi pengobatan. Soehartati mengatakan, pusat pengobatan kanker
di Indonesia baru dapat melayani 15 persen pasien kanker. "Padahal,
angka itu saat pasien kanker di Indonesia masih diprediksi 1 banding
1.000," ungkap profesor di bidang radiasi onkologi ini.
Menurut
Soehartati, Indonesia perlu menambah pusat pengobatan kanker dengan
lokasi yang merata. "Pusat pengobatan kanker di Indonesia masih 22 rumah
sakit negeri, dan 2 rumah sakit swasta. Itu pun letaknya tidak merata.
Selain jumlah, perlu juga diperhatikan jaraknya," cetusnya.
Namun
yang lebih penting, lanjut Soehartati, masyarakat perlu meningkatkan
kewaspadaan untuk mengantisipasi keadaan tersebut. Menurutnya,
mewaspadai risiko kanker dengan memulai pola hidup sehat merupakan yang
utama.
"Sekitar 43 persen dari kanker dapat dicegah dengan pola hidup sehat dan 30 persen dari kanker dapat terdeteksi," jelasnya.
Kanker
merupakan penyakit dengan proses perkembangan yang panjang dan memiliki
banyak faktor risiko. Penyebab kanker tidak dapat ditentukan dari satu
faktor risiko saja, tetapi gabungan dari banyak faktor risiko.
"Jika
hanya memiliki satu atau dua faktor risiko belum tentu dapat
mengembangkan kanker, asalkan menghindari faktor risiko yang lain," kata
Soehartati.
Faktor risiko kanker antara lain riwayat keluarga,
infeksi virus, paparan bahan kimia, dan radiasi. Sedangkan untuk
mencegah kanker diperlukan pencegahan primer yang terdiri dari berpikir
positif, bergerak aktif, dan menjaga pola makan, serta pencegahan
sekunder yaitu deteksi dini dan vaksinasi.
Sumber : kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar