Demikian ungkapan Jim, ketika berbicara di forum pertemuan tahunan
Badan Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia di Washington pada
Sabtu kemarin. Laman LA Times, Sabtu 12 Oktober 2013, melansir
pernyataan Jim disampaikan di hadapan ratusan delegasi dan pejabat
tinggi yang hadir dari 188 negara.
"Kami mendorong para pengambil kebijakan di Washington agar segera
mencari solusi secepatnya untuk menghindari imbas bencana dari
kemungkinan gagal bayar hutang atau default," ujar Jim.
Ketidakpastian dan situasi yang tak menentu, imbuh Jim, tentu malah
akan mempersulit bagi negara-negara berkembang mendapat akses
keuangan.
"Situasi seperti ini akan memperlambat investasi dan sekaligus
memberikan dampak negatif bagi perekonomian global. Pihak yang paling
menderita dari situasi ini di masa mendatang yakni negara-negara
miskin," kata dia.
Kebuntuan diskusi di antara Gedung Putih, Kongres dan DPR, ujar
Jim, tidak akan membantu organisasinya untuk mengurangi jumlah rakyat
miskin yang ditargetkan akan dicapai tahun 2030 mendatang. Pada
faktanya, saat ini terdapat sekitar 400 juta anak yang hidup dengan
biaya kurang dari US$1,25 atau Rp14 ribu.
Kegusaran serupa juga diungkap oleh Kepala Bank Sentra Eropa, Mario
Draghi kepada media. Dia mengaku tidak dapat membayangkan apa yang akan
terjadi seandainya kesepakatan tidak juga tercapai hingga hari Kamis
esok.
"Apabila situasinya akan berlangsung lama, maka hal itu akan
memberikan dampak negatif terhadap perekonomian AS dan dunia. Sudah
pasti, hal itu akan membahayakan pemulihan ekonomi," ujar Draghi.
Sementara Menteri Keuangan Singapura, Tharman Shanmugaratnam, yang
juga menjabat sebagai Ketua Komite IMF, turut menyampaikan opini serupa.
Baginya, apabila solusi tidak juga diambil dalam jangka waktu enam
bulan atau lebih, maka hal tersebut dapat menghancurkan rasa percaya
yang dibutuhkan para pebisnis untuk mengambil keputusan investasi.
"Apabila kami tidak juga menemukan resolusi atas permasalahan
hutang AS, maka sulit untuk melihat bagaimana rasa percaya akan
dipulihkan. Sehingga masalah ini menjadi penting untuk kami semua," kata
Shanmugaratnam seperti dilansir laman Huffingtonpost.
Kendati Presiden Barack Obama pada pekan ini baru saja menunjuk
Janet Y. Yellen untuk menggantikan Kepala Bank Sentral (Federal
Reserve), Ben S. Bernanke dan diharapkan dapat memperbaiki situasi
perekonomian AS, namun Direktur IMF, Christine Lagarde, pesimistis hal
itu dapat membantu memperbaiki situasi.
"Saya sangat berharap bahwa saya begitu yakin, bahwa kesepakatan itu akan terjadi," ujar Lagarde.
Kegusaran para pemimpin keuangan dunia terhadap isu batas ambang
hutang AS dapat dimengerti, karena hal itu akan berdampak langsung
terhadap situasi keuangan nasional mereka. Pasalnya banyak negara yang
memegang obligasi AS.
Apabila AS benar-benar memasuki situasi gagal bayar (default), maka
saham kemungkinan akan langsung turun dan mengancam sistem keuangan
global.
Menteri Keuangan Rusia, Anton Siluanov, pada Jumat kemarin
mengatakan sebanyak 45 persen cadangan devisa luar negeri negaranya
berupa hutang AS. Kendati demikian, Rusia belum merasa perlu untuk
menyesuaikan strateginya terkait cadangan devisa asing.
Dalam kesempatan itu, Siluanov turut menyampaikan rasa empatinya
terhadap situasi yang kini tengah menimpa AS. Khususnya setelah Menkeu
AS, Jacob J.Lew, terpaksa membatalkan pertemuan dengan Menkeu Prancis,
gara-gara dia harus menghadiri rapat di Gedung Putih dan Senat soal
anggaran.
"Pemerintahan ini sedang berupaya melakukan apa pun untuk
menyelesaikan masalahnya. Tidak ada satu pun yang merasa diuntungkan
dari ketidakpastian ini, karena malah akan memberikan dampak negatif
terhadap semua negara," ujar Siluanov.
Mereka pun berharap Pemerintah AS dan Kongres akan segera
menuntaskan situasi ini dan ketidakpastian tersebut akan hilang dalam
beberapa hari ke depan.
Sumber : .viva.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar