Ibnul Qayyim berkata: “Sesungguhnya di dalam hati terdapat ruang kosong dan kekurangan yang tak dapat diisi oleh suatupun kecuali Allah, terdapat sesuatu yang kusut yang tidak dapat diurai kecuali dengan pendekatan diri kepada Allah, terdapat penyakit yang tak dapat disembuhkan selain dengan sikap ikhlas dan beribadah hanya kepada-Nya. Tidaklah seorang hamba dihukum dengan sesuatu yang lebih berat dari kekerasan hati dan keterjauhan dari Allah. Sungguh api itu diciptakan untuk melunakkan hati yang kasar. Sesungguhnya hati yang paling jauh dari Allah adalah hati yang keras, dan sebagaimana diketahui, bilamana hati telah mengeras, maka air mata sulit mengalir dan mata menjadi kering (Tidak mudah menangis). Ia terasa berat mengalirkan air mata baik di saat berdzikir, takut kepada Allah ataupun ketika tunduk bersimpuh di hadapan Allah.
Barangsiapa
menghendaki hatinya bersih hendaklah ia lebih mementingkan Allah Ta’ala
daripada memenuhi tuntutan syahwatnya, sebab hati yang senantiasa
berlumuran maksiat terhalang dari cahaya Allah sesuai kadar
keterkaitanya dengan syahwat tersebut. Hati adalah bejana-bejana Allah
di atas bumi-Nya, dan yang paling disukai-Nya adalah hati yang paling
jernih dan lembut.” (Lihat kitab ‘Al-Fawaid’ hal. 128).
Betapa
banyak telinga hati telah mendengar nasehat dan petuah, juga santapan
ruhani dari para penasehat pagi dan petang, akan tetapi tidak juga ia
mampu meresponnya bahkan kukuh dalam kekerasannya… ayat-ayat al-Qur’an
yang sampai kepadanya hanya menambah kekerasan, keangkuhan dan
kegersangannya… seakan pada pintunya dibentangkan pintu besi sehingga
menghalangi kebenaran dan sejuknya dzikir yang sampai pada pemilik.
Benarlah apa yang diucapkan seorang penyair:
Dzikir menghidupkan hati
Laksana hujan yang menghidupkan bumi kering
Dzikir, selamanya tiada berguna bagi hati-hati yang keras
Apakah batu bisa melunak kala mendengar ucapan penasehat
Sebagian
manusia mampu merinding ketika mendengarkan nasehat dan dapat
terpengaruhi jiwanya saat menyimak peringatan, akan tetapi, hal itu
hanya sesaat. Perasaan itu sudah hilang ketika ia beranjak dari majlis
nasehat dan waktu ia bangun dari mendengar peringatan itu. Akhirnya, ia
seakan sama sekali tidak pernah mendengar nasehat apapun, dan peringatan
yang baru saja ia dengar sama sekali tidak meninggalkan atau
membekaskan pengaruh dan kesan… bagi orang demikian tepatlah ucapan
Malik Bin Dinar: “Apabila fisik sakit, maka makanan, minuman dan bahkan
sesungguhnya , istirahatnyapun tidak berguna.” Begitu pula, jika hati
yang telah mabuk dunia, nasehat apapun tiada berguna baginya. Ia tertipu
dan terpedaya dengan kesehatan fisik dan limpahan harta benda yang
dimiliki. Ia mengira dirinya dalam kondisi baik baik saja, tak ada
masalah, baik baik dan bahkan tak ada sanksi yang menghadangnya. Ia
tidak mengetahui ketertipuan dan keterlenaannya, juga perubahan hatinya
yang menjadi keras adalah sebesar besar bencana yang menimpanya, sedang
ia tidak menyadari itu.
Sumber : http://an-naba.com/hati-yang-paling-jauh-dari-allah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar