Bersinar.com-Kaum
muslimin, semoga Allah meneguhkan kita di atas Islam yang haq.
Sesungguhnya salah satu penyebab utama kemunduran dan kelemahan umat
Islam pada masa sekarang ini adalah karena mereka tidak memahami
hakikat kejahiliyahan yang menimpa kaum musyrikin di masa silam. Mereka
menyangka bahwasanya kaum kafir Quraisy jahiliyah adalah orang-orang
yang tidak beribadah kepada Allah sama sekali. Atau lebih parah lagi
mereka mengira bahwasanya kaum kafir Quraisy adalah orang-orang yang
tidak beriman tentang adanya Allah ???!! Duhai, tidakkah mereka
memperhatikan ayat-ayat Al-Qur’an dan lembaran sejarah yang tercatat
rapi dalam kitab-kitab hadits ??
Kaum Kafir Quraisy Betul-Betul Mengenal Allah
Janganlah terkejut akan hal ini, cobalah simak firman Allah ta’ala,
Dalil pertama, Allah ta’ala berfirman,
قُلْ
مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمْ مَنْ يَمْلِكُ
السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ
وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ
فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ
“Katakanlah:
“Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau
siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan
siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan
yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?”
Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah “Mengapa kamu tidak
bertakwa kepada-Nya?” (QS. Yunus [10]: 31)
Dalil kedua, firman Allah ta’ala,
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ
“Dan
sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan
mereka, niscaya mereka menjawab: “Allah”, maka bagaimanakah mereka
dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?” (QS. az-Zukhruf : 87)
Dalil ketiga, firman Allah ta’ala,
لَئِنْ
سَأَلْتَهُمْ مَنْ نَزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَحْيَا بِهِ
الْأَرْضَ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهَا لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ
لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ
“Dan
sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka: “Siapakah yang
menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi
sesudah matinya?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah”, Katakanlah:
“Segala puji bagi Allah”, tetapi kebanyakan mereka tidak
memahami(nya).” (QS. al-’Ankabut: 63)
Dalil keempat, firman Allah ta’ala,
أَمْ
مَنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ
وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ أَئِلَهٌ مَعَ اللَّهِ قَلِيلًا مَا
تَذَكَّرُونَ
“Atau
siapakah yang memperkenankan (do’a) orang yang dalam kesulitan apabila
ia berdo’a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang
menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi ? Apakah disamping
Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya).” (QS. an-Naml: 62)
Perhatikanlah!
Dalam ayat-ayat di atas terlihat bahwasanya orang-orang musyrik itu
mengenal Allah, mereka mengakui sifat-sifat rububiyyah-Nya yaitu Allah
adalah pencipta, pemberi rezeki, yang menghidupkan dan mematikan, serta
penguasa alam semesta. Namun, pengakuan ini tidak mencukupi mereka
untuk dikatakan muslim dan selamat. Kenapa?? Karena mereka mengakui dan
beriman pada sifat-sifat rububiyah Allah saja, namun mereka
menyekutukan Allah dalam masalah ibadah. Oleh karena itu, Allah katakan
terhadap mereka,
وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلَّا وَهُمْ مُشْرِكُونَ
“Dan
sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan
dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain).” (QS. Yusuf : 106)
Ibnu Abbas mengatakan, “Di
antara keimanan orang-orang musyrik: Jika dikatakan kepada mereka,
‘Siapa yang menciptakan langit, bumi, dan gunung?’ Mereka akan
menjawab, ‘Allah’. Sedangkan mereka dalam keadaan berbuat syirik
kepada-Nya.”
‘Ikrimah mengatakan,”Jika
kamu menanyakan kepada orang-orang musyrik: siapa yang menciptakan
langit dan bumi? Mereka akan menjawab: Allah. Demikianlah keimanan
mereka kepada Allah, namun mereka menyembah selain-Nya juga.” (Lihat Al-Mukhtashor Al-Mufid, 10-11)
Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan bahwa kaum musyrikin pada masa itu mengakui Allah subhanahuwata’ala
adalah pencipta, pemberi rezki serta pengatur urusan hamba-hamba-Nya.
Mereka meyakini di tangan Allah lah terletak kekuasaan segala urusan,
dan tidak ada seorangpun diantara kaum musyrikin itu yang mengingkari
hal ini (lihat Syarh Kitab Kasyfu Syubuhaat). Dan janganlah anda
terkejut apabila ternyata mereka pun termasuk ahli ibadah yang
mempersembahkan berbagai bentuk ibadah kepada Allah ta’ala.
Kafir Quraisy Rajin Beribadah
Anda tidak perlu merasa heran, karena inilah realita. Syaikh Muhammad At Tamimi rahimahullahshallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah orang-orang yang rajin beribadah. Mereka juga menunaikan ibadah
haji, bersedekah dan bahkan banyak berdzikir kepada Allah. Di antara
dalil yang menunjukkan bahwa orang-orang musyrik juga berhaji dan
melakukan thowaf adalah dalil berikut. menceritakan bahwasanya kaum musyrikin yang dihadapi oleh Nabi.
"Dan
telah menceritakan kepadaku Abbas bin Abdul ‘Azhim Al Anbari telah
menceritakan kepada kami An Nadlr bin Muhammad Al Yamami telah
menceritakan kepada kami Ikrimah bin Ammar telah menceritakan kepada
kami Abu Zumail dari Ibnu Abbas ia berkata; Dulu orang-orang musyrik
mengatakan; “LABBAIKA LAA SYARIIKA LAKA (Aku memenuhi panggilanMu wahai
Dzat yang tiada sekutu bagiMu). Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
وَيْلَكُمْ قَدْ قَدْ فَيَقُولُونَ إِلَّا شَرِيكًا هُوَ لَكَ تَمْلِكُهُ وَمَا مَلَكَ
“Celakalah
kalian, cukuplah ucapan itu dan jangan diteruskan.” Tapi mereka
meneruskan ucapan mereka; ILLAA SYARIIKAN HUWA LAKA TAMLIKUHU WAMAA
MALAKA (kecuali sekutu bagi-Mu yang memang Kau kuasai dan ia tidak
menguasai).” Mereka mengatakan ini sedang mereka berthawaf di
Baitullah." (HR. Muslim no. 1185)
Mengomentari
pernyataan Syaikh Muhammad At Tamimi di atas, Syaikh Shalih Al-Fauzan
mengatakan bahwa kaum musyrikin Quraisy yang didakwahi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kaum yang beribadah kepada Allah, akan tetapi ibadah tersebut tidak bermanfaat bagi mereka karena ibadah yang mereka lakukan itu tercampuri dengan syirik akbar.
Sama saja apakah sesuatu yang diibadahi disamping Allah itu berupa
patung, orang shalih, Nabi, atau bahkan malaikat. Dan sama saja apakah
tujuan pelakunya adalah demi mengangkat sosok-sosok tersebut sebagai
sekutu Allah atau bukan, karena hakikat perbuatan mereka adalah syirik.
Demikian pula apabila niatnya hanya sekedar menjadikan sosok-sosok itu
sebagai perantara ibadah dan penambah kedekatan diri kepada Allah. Maka
hal itu pun dihukumi syirik. (lihat Syarh Kitab Kasyfu Syubuhaat, Syaikh Shalih Al-Fauzan)
Dua Pelajaran Berharga
Dari sepenggal kisah di atas maka ada dua buah pelajaran berharga yang bisa dipetik, antara lain:
Pertama;
Pengakuan seseorang bahwa hanya Allah lah pencipta, pemberi rezki dan
pengatur segala urusan tidaklah cukup untuk membuat dirinya termasuk
dalam golongan pemeluk agama Islam. Sehingga sekedar
mengakui bahwasanya Allah adalah satu-satunya pencipta, penguasa dan
pengatur belum bisa menjamin terjaganya seseorang dari kesyirikan.
Bahkan sekedar meyakini hal itu belum bisa menyelamatkan dirinya dari
siksaan Allah.
Kedua;
apabila peribadatan kepada Allah disusupi dengan kesyirikan maka hal
itu akan menghancurkan ibadah tersebut. Oleh sebab itu ibadah tidak
dianggap sah apabila tidak dilandasi dengan tauhid/ikhlas. (lihat Syarh Kitab Kasyfu Syubuhaat, Syaikh Shalih Al-Fauzan)
Dengan
demikian sungguh keliru anggapan sebagian orang yang mengatakan
bahwasanya tauhid itu cukup dengan mengakui Allah sebagai satu-satunya
pencipta dan pemelihara alam semesta. Dan dengan modal anggapan yang
terlanjur salah ini maka merekapun bersusah payah untuk mengajak
manusia mengenali bukti-bukti alam tentang keberadaan dan keesaan
wujud-Nya dan justru mengabaikan hakikat tauhid yang sebenarnya. Atau
yang mengatakan bahwa selama orang itu masih mengucapkan syahadat maka
tidak ada sesuatupun yang bisa membatalkan keislamannya. Atau yang
membenarkan berbagai macam praktek kesyirikan dengan dalih hal itu dia
lakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Atau yang mengatakan
bahwa para wali yang sudah meninggal itu sekedar perantara untuk bisa
mendekatkan diri mereka yang penuh dosa kepada Allah yang Maha Suci.
Lihatlah kebanyakan praktek kesyirikan yang merebak di tengah-tengah
masyarakat Islam sekarang ini, maka niscaya alasan-alasan semacam ini
-yang rapuh serapuh sarang laba-laba- yang mereka lontarkan demi
melapangkan jalan mereka untuk melestarikan tradisi dan ritual-ritual
syirik.
‘Kita ‘Kan Tidak Sebodoh Kafir Quraisy’
Barangkali masih ada orang yang bersikeras mengatakan,“Jangan samakan kami dengan
kaum kafir Qurasiy. Sebab kami ini beragama Islam, kami cinta Islam,
kami cinta Nabi, dan kami senantiasa meyakini Allah lah penguasa jagad
raya ini, tidak sebagaimana mereka yang bodoh dan dungu itu!”,
Allahu akbar, hendaknya kita tidak terburu-buru menilai orang lain
bodoh dan dungu sementara kita belum memahami keadaan mereka.
Saudaraku, cermatilah firman Allah ta'ala,
قُلْ
لِمَنِ الْأَرْضُ وَمَنْ فِيهَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (84)
سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ (85) قُلْ مَنْ رَبُّ
السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ (86) سَيَقُولُونَ
لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ (87) قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ
شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
(88) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ (89)
“Katakanlah;
‘Milik siapakah bumi beserta seluruh isinya, jika kalian mengetahui ?’
Maka niscaya mereka akan menjawab, ‘Milik Allah’. Katakanlah,’Lalu
tidakkah kalian mengambil pelajaran ?’ Dan tanyakanlah; ‘Siapakah Rabb
penguasa langit yang tujuh dan pemilik Arsy yang agung ?’ Niscaya
mereka menjawab,’Semuanya adalah milik Allah’ Katakanlah,’Tidakkah
kalian mau bertakwa’ Dan tanyakanlah,’Siapakah Dzat yang di tangannya
berada kekuasaan atas segala sesuatu, Dia lah yang Maha melindungi dan
tidak ada yang sanggup melindungi diri dari azab-Nya, jika kalian
mengetahui ?’ Maka pastilah mereka menjawab, ‘Semuanya adalah kuasa
Allah’ Katakanlah,’Lantas dari jalan manakah kalian ditipu?.’” (QS. Al-Mu’minuun: 84-89)
Nah,
ayat-ayat di atas demikian gamblang menceritakan kepada kita tentang
realita yang terjadi pada kaum musyrikin Quraisy dahulu. Meyakini
tauhid rububiyah tanpa disertai dengan tauhid uluhiyah tidak ada
artinya. Maka sungguh mengherankan apabila ternyata masih ada
orang-orang yang mengaku Islam, rajin shalat, rajin puasa, rajin naik
haji akan tetapi mereka justru berdoa kepada Husain, Badawi, Abdul Qadir Al-Jailani.
Maka sebenarnya apa yang mereka lakukan itu sama dengan perilaku kaum
musyrikin Quraisy yang berdoa kepada Laata, ‘Uzza dan Manat. Mereka pun
sama-sama meyakini bahwa sosok yang mereka minta adalah sekedar
pemberi syafaat dan perantara menuju Allah. Dan mereka juga sama-sama
meyakini bahwa sosok yang mereka jadikan perantara itu bukanlah
pencipta, penguasa jagad raya dan pemeliharanya. Sungguh persis
kesyirikan hari ini dengan masa silam. Sebagian orang mungkin
berkomentar, “Akan tetapi mereka ini ‘kan kaum muslimin” Syaikh Shalih Al-Fauzan menjawab,“Maka
kalau dengan perilaku seperti itu mereka masih layak disebut muslim,
lantas mengapa orang-orang kafir Quraisy tidak kita sebut sebagai muslim
juga ?! Orang yang berpendapat semacam itu tidak memiliki pemahaman
ilmu tauhid dan tidak punya ilmu sedikitpun, karena sesungguhnya dia
sendiri tidak mengerti hakikat tauhid” (lihat Syarh Kitab Kasyfu Syubuhaat, Syaikh Shalih Al-Fauzan)
Menyikapi
fenomena diatas dengan bijak, seorang yang mengaku dirinya beragama
islam maka harus sadar akan pentingnya berilmu tauhid, yang mana diikuti
dengan tindakan bersegera untuk mempelajari ilmu tauhid mulai dari yang
usul (pokok) tanpa mencari-cari alasan. Karena salah satu hakikat ilmu
(ilmu agama islam) adalah pembeda antara haq dengan bathil, antara tauhid dengan kesyirikan.
Perlu ditekankan, ditrimanya amal ibadah adalah kehendak Allah, tapi
Allah menunjukkan syarat dan adab dalam ditrimanya amal ibadah.
Bertauhid, berlepas diri segala bentuk kesyirikan adalah syarat mutlak
diterimanya amal ibadah. Meskipun niatnya ikhlas, tapi bila ibadahnya,
tauhidnya bercampur dengan kesyirikan maka amal tersebut tiada bedanya
dengan debu yang beterbangan (sia-sia). Sebagaimana firman Allah SWT,
“Dan
Kami datang kepada amalan yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal
itu (bagaikan) debu yang beterbangan (karena kesyirikan mereka).” (Q.S.
Al-Furqan: 23)
---------------
sumber: www.muslim.or.id
---------------
sumber: www.muslim.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar