Selain menerima suap, Badan Narkotika Nasional (BNN) juga menemukan
narkoba di ruang kerja mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar
oleh Pusat Kedokteran dan Kesehatan Mabes Polri. Barang bukti berupa
narkoba tersebut, diantaranya tiga linting ganja utuh dan satu linting
ganja bekas pakai seberat 1,2804 gram serta pil sabu seberat 0,4867 gram
yang terdiri dari pil ungu seberat dan pil hijau 0,2784 gram dan hijau
seberat 0,2083 gram.
Kepala Bagian Humas BNN Kombes Pol Sumirat Dwiyanto mengatakan, akan
berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk
menyelidiki barang bukti tersebut bisa sampai di ruangan Akil Mochtar.
Dia menduga adanya pihak-pihak yang berperan akan keberadaan barang
bukti tersebut bisa sampai ke ruang ketua peradilan tertinggi di
Indonesia.
Pihak BNN telah menyerahkan barang bukti ke Pusdokkes untuk
diidentifikasi kepemilikannya melalui DNA yang ada pada barang bukti
tersebut. Penyerahan barang bukti tersebut merupakan tindak lanjut dari
penelusuran kepemilikan empat linting ganja dimana salah satunya
merupakan bekas pakai, sementara itu, Akil Mochtar telah dinyatakan
negatif tidak menggunakan narkoba.
Dia berharap tim Pusdokkes bisa mengidentifikasi dan menganalisis DNA
yang ada pada barang bukti tersebut, sehingga bisa diketahui
kepemilikannya."Diharapkan bisa teridentifikasi, barang itu milik
siapa," katanya.
Terkait pemeriksaan DNA dari pihak tersangka, Sumirat mengaku belum
memutuskan langkah selanjutnya. "Untuk saat ini, hanya DNA dari barang
bukti dulu, namun bila perlu dimungkinakan akan dilakukan juga,"
katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam operasi tangkap tangan (OTT),
KPK menangkap politisi Partai Golkar Chairun Nisa dan pengusaha asal
Samarinda Chornelius Nalau yang hendak menyerahkan uang suap tersebut di
kediaman Akil di Komplek Widya Chandra III Nomor 7, Jakarta Selatan.
Selain uang senilai Rp3 miliar, KPK juga menyita uang senilai Rp2,7
miliar yang disimpan di rumah Akil serta mobil dinas bernomor polisi "RI
9". KPK juga menetapkan Chairun Nisa dan Chornelius Nalau sebagai
tersangka. Kemudian, KPK menetapkan tersangka terhadap Bupati Gunung Mas
Hamid Bintih dan Tubagus Chairi Wardana atau Wawan yang juga adik
kandung Gubernur Banten dan suami Wali Kota Tangerang Selatan Airin
Diany.
Hukum Mati
Menanggapi moral pejabat yang semakin bejat, Ketua Masyarakat
Transparansi Indonesia (MTI) Ahmad Rizali geram dengan berita
tertangkapnya Ketua MK Akil Mochtar oleh KPK. “Harus ada revolusi untuk
menghentikan korupsi. Salah satu caranya, hukum mati Akil Mochtar,”
tegas Ahmad Rizali kepada wartawan.
Ahmad Rizali menilai hukuman mati pantas diberikan pada Akil karena
statusnya sebagai penjaga institusi hukum tertinggi di negeri ini.
“Sebagai ketua MK, Akil seharusnya menjadi benteng terakhir dalam
penegakan hukum. Bukan malah terlibat dalam lumpur korupsi. Ini
menyebabkan kepercayaan rakyat pada lembaga hukum musnah. Rakyat pantas
marah pada Akil,” tegasnya.
Ia meminta Pengadilan Tindak Pidana Korupsi melakukan terobosan hukum
untuk menjatuhkan sanksi maksimal. “Saya mendesak hakim Pengadilan
Tipikor melakukan revolusi dalam penegakan hukum. Jangan lagi memberi
hukuman ringan pada koruptor. Mereka harus dihukum mati agar tidak
ditiru oleh para penegak hukum lainnya. Indonesia tidak boleh main-main
lagi dengan para pelaku korupsi,” tandasnya.
Baginya, Indonesia harus diselamatkan segera. Harus ada orang dan
tokoh-tokoh di Republik ini yang tampil ke permukaan untuk bicara Save
Republik. “Kita memerlukan tokoh masa depan yang serius berkomitmen
menindak secara tegas pelaku korupsi. Saatnya jihad memerangi korupsi,”
ungkap Ahmad Rizali.
Sumber ; voa-islam.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar